APBD Terbatas, Daerah Semakin Kreatif Mencari Pendanaan untuk Lingkungan

Perlindungan lingkungan menjadi isu yang semakin penting, terutama dalam konteks keterbatasan anggaran pemerintah daerah. Direktur Utama Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Joko Tri Haryanto, menegaskan bahwa meskipun ada tantangan fiskal, pemerintah daerah tetap berkomitmen melindungi lingkungan melalui inovasi kreatif.

Salah satu inovasi tersebut adalah program Result Based Payment (RBP) REDD+ yang didanai oleh Green Climate Fund (GCF). Program ini disalurkan melalui BPDLH dan memberikan harapan baru bagi daerah dalam upaya pengelolaan sumber daya hutan.

Joko menyampaikan bahwa saat ini banyak daerah yang menunjukkan keberanian untuk tidak hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sebaliknya, mereka mulai mencari sumber pendanaan alternatif yang lebih berkelanjutan dan inovatif dalam mengatasi isu lingkungan.

Kreativitas Provinsi dalam Melindungi Lingkungan Hidup Berkaca pada 38 provinsi di Indonesia, banyak yang telah menerapkan langkah-langkah inovatif dalam melindungi lingkungan. Dengan adanya hambatan dalam APBD, provinsi-provinsi ini berusaha keras untuk mencari sumber pendanaan yang bersumber dari luar. Keberanian mereka patut dicontoh oleh daerah lain yang menghadapi tantangan serupa.

Pemanfaatan dana dari program RBP REDD+ menjadi salah satu bentuk konkret dari upaya ini. Dengan total alokasi USD 103,8 juta, sejumlah 38 provinsi secara bertahap telah menerima dana berdasarkan kinerja dalam menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Joko menekankan pentingnya kolaborasi dalam menjalankan program tersebut. Banyak daerah yang telah menjalin kerja sama dengan organisasi non-pemerintah (NGO) lokal, mengindikasikan bahwa kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta menjadi kunci kesuksesan dalam perlindungan lingkungan.

Dampak Program RBP REDD+ terhadap Sumber Daya Alam Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, alokasi dana dari program RBP REDD+ memberikan dampak signifikan. Fundraising yang efektif telah membantu daerah untuk mengembangkan program-program konservasi yang lebih berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang mendapatkan dana, tetapi juga bagaimana menggunakan dana tersebut untuk meningkatkan kualitas lingkungan.

Beberapa daerah seperti Jambi dan Kalimantan telah berhasil menunjukkan pencapaian nyata dalam menurunkan emisi. Hal ini menjadi contoh sukses bagi provinsi lainnya yang ingin mengikuti jejak mereka dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan.

Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga menjadi faktor penting dalam kesuksesan program ini. Dengan melibatkan masyarakat, program perlindungan hutan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi menjadi bagian dari komitmen bersama untuk menjaga lingkungan hidup yang lebih baik.

Pengalokasian dan Manfaat Dana untuk Proyek Lingkungan Dari total dana yang dialokasikan, sekitar USD 56 juta, yang setara dengan Rp 850 miliar, telah digunakan untuk berbagai proyek perlindungan lingkungan. Pemanfaatan dana ini dibagi ke 38 provinsi, yang masing-masing diharapkan dapat meningkatkan kinerja mereka dalam menjaga kelestarian hutan. Dengan pendekatan yang lebih sistematik, daerah-daerah ini bisa mendapatkan manfaat langsung dari program yang ada.

Joko menambahkan bahwa saat ini, sebanyak sembilan provinsi telah menerima alokasi dana sekitar Rp 250 miliar, sementara 15 provinsi lainnya berkesempatan mendapatkan dana tambahan sekitar Rp 261 miliar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya inisiatif jangka panjang dalam hal pengelolaan dan perlindungan lingkungan.

Beberapa provinsi yang telah berhasil memanfaatkan peluang ini termasuk Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Riau. Mereka membuktikan bahwa dengan kerjasama yang baik dan manajemen yang efektif, dana yang dialokasikan dapat membantu membangun kapasitas dan mendorong perubahan positif dalam praktik pengelolaan lingkungan.