Istri Presiden RI Mengundurkan Diri Sebagai WNI untuk Mendirikan Partai di Jepang

Jakarta dikenal sebagai pusat politik dan budaya Indonesia, tetapi di balik namanya terdapat kisah seorang perempuan yang berperan penting dalam sejarah negeri ini. Ratna Sari Dewi, yang lebih dikenal sebagai Dewi Soekarno, adalah istri kelima Presiden Soekarno. Dalam perjalanan hidupnya yang penuh liku, ia mengambil langkah berani dengan melepas status kewarganegaraannya demi mendirikan partai politik di Jepang.

Dewi Soekarno lahir sebagai Naoko Nemoto di Jepang. Perjalanannya menjadi istri seorang presiden Indonesia adalah kisah cinta yang dimulai pada tahun 1959. Pertemuan mereka di Imperial Hotel, Tokyo, membawa mereka ke jalur yang tidak terduga, di mana satu cinta dan satu ambisi saling berkaitan.

Setelah kembali ke Indonesia dan menikah, ia mengalami berbagai tantangan sebagai wanita yang berada di bawah bayang-bayang kekuasaan. Meskipun menghabiskan masa-masa indah, hubungan mereka tidak selalu mulus, dan akhirnya Dewi harus membuat pilihan yang sulit di tengah keadaan hidupnya yang berubah.

Pertemuan Pertama yang Mengubah Segalanya Pada tanggal 16 Juni 1959, sebuah pertemuan tak terduga terjadi di Tokyo. Soekarno yang sedang dalam kunjungan resmi, secara kebetulan bertemu dengan Naoko Nemoto. Momen tersebut menjadi titik awal dari hubungan yang akan mengubah hidup mereka selamanya, saat Soekarno merasakan ketertarikan yang mendalam kepada Naoko.

Setelah beberapa bulan berlalu, keberanian Soekarno untuk mengajak Naoko ke Indonesia menunjukkan komitmennya. Pada bulan September tahun yang sama, mereka bertemu kembali di Jakarta, dan benih cinta mereka semakin menguat. Dua orang dari latar belakang berbeda mulai menjalin hubungan yang penuh tantangan dan harapan.

Pasangan ini akhirnya menikah pada 3 Maret 1962, yang menambah daftar istri Soekarno. Naoko bertransformasi menjadi Ratna Sari Dewi, mengadopsi nama baru dan agama Islam. Perubahan ini mencerminkan komitmennya untuk mendampingi sang proklamator dalam liku-liku kepemimpinan.

Kehidupan sebagai Ibu Negara dan Tantangan yang Dilalui Dewi Soekarno menjalani hidup sebagai ibu negara dalam konteks yang unik, di mana ia harus bersaing dengan istri-istri Soekarno lainnya. Sebagai sosok yang memiliki gaya hidup glamor, Dewi dikenal dalam kelompok elite, menghadiri berbagai acara sosial dengan penampilan yang selalu memukau. Namun, di balik kilauan itu, terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi.

Hubungan mereka tidak selalu harmonis, dan akhirnya, pada tahun 1970, pasangan ini memutuskan untuk berpisah. Jika satu cinta tidak dapat bertahan dalam tekanan, masih ada rasa saling menghormati yang terjalin antara keduanya. Soekarno bahkan menyatakan bahwa ia selalu mencintai Dewi dan ingin ia dikebumikan di sampingnya ketika tiba saatnya.

Pasca perceraian, Dewi menjelajahi berbagai belahan dunia, dari Eropa hingga Amerika. Dia dikenal dengan gaya hidup yang wah, tinggal di apartemen mewah dan bersosialisasi dengan orang-orang kaya. Kehidupan glamour ini menjadi simbol atas perjuangannya untuk mempertahankan identitasnya di tengah berbagai rintangan.

Perjalanan Politik dan Dedikasi untuk Kesejahteraan Di tengah kehidupan yang serba glamor, Dewi tidak melupakan ambisinya untuk berkontribusi secara sosial dan politik. Pada tahun 2025, ia mengambil langkah kontroversial dengan melepas status Warganegara Indonesia demi mendirikan partai politik di Jepang. Hal ini menunjukkan komitmennya terhadap isu-isu yang dekat di hatinya.

Partai yang didirikan, Heiwa 12, berfokus pada kesejahteraan hewan, mencerminkan cinta dan kepeduliannya terhadap makhluk hidup. Ini adalah langkah yang berani, terutama mengingat statusnya sebelumnya sebagai istri seorang presiden. Sejak saat itu, ia berkembang menjadi tokoh yang terlibat dalam advokasi kesejahteraan.

Selain itu, Dewi dikabarkan berencana mencalonkan diri menjadi anggota Majelis Tinggi Parlemen Jepang. Ambisinya ini menunjukkan keberanian dan kegigihan seorang perempuan yang berjuang untuk mengubah hidupnya dan orang lain di sekitarnya. Ini adalah bagian dari jejak sejarahnya yang akan terus dikenang.

Mewariskan Nilai kepada Generasi Selanjutnya Dewi Sari memiliki seorang putri, Kartika Sari Dewi, yang lahir di Tokyo pada tahun 1967. Sebagai seorang ibu, Dewi berupaya untuk menghadirkan nilai-nilai yang baik kepada anaknya. Persoalan identitas dan kewarganegaraan tidak menjadi halangan bagi mereka untuk menjalin hubungan yang kuat.

Dengan menikah dengan Fritz Frederic, presiden Citybank Eropa, Kartika membawa harapan baru untuk generasi selanjutnya. Kelahiran Frederik Kiran Soekarno adalah simbol cinta yang terus berlanjut dari generasi ke generasi. Dewi berhasil membangun warisan yang sarat dengan cinta, nilai, dan komitmen.

Seiring berjalannya waktu, Ratna Sari Dewi Soekarno tetap dikenang sebagai sosok yang memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan. Walau melepas status kewarganegaraannya, kisah hidupnya tetap menjadi pelajaran berharga bagi siapa saja yang mengenal sejarah Indonesia.