Kenaikan Cukai Rokok Sebabkan PHK Ribu Buruh

Dalam beberapa tahun terakhir, kebijakan cukai hasil tembakau di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan. Kenaikan cukai rokok telah memberikan dampak luas pada industri hasil tembakau dan masyarakat luas.

Pemerhati kebijakan, Hananto Wibisono, mencatat bahwa sejak tahun 2020, tarif cukai rokok meningkat antara 10 hingga 12 persen setiap tahunnya. Hal ini memang meningkatkan kontribusi penerimaan negara, namun di sisi lain mengakibatkan pemutusan hubungan kerja yang meluas.

Industri hasil tembakau kini menghadapi tantangan berat, dengan banyak di antaranya terpaksa menghentikan operasional. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit ini, para pekerja di sektor ini menjadi pihak yang paling terdampak, merasakan dampak langsung dari kebijakan pajak yang diusulkan.

Kenaikan kadar cukai yang signifikan memicu penutupan ratusan usaha kecil dan menengah (UKM) di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di samping itu, dampak pemutusan hubungan kerja juga menghantui ribuan karyawan di sektor tersebut.

Dampak Kenaikan Cukai Terhadap Tenaga Kerja di Industri Rokok Penutupan pabrik dan pemutusan hubungan kerja menjadi masalah serius bagi banyak tenaga kerja yang bergantung pada industri ini. Menurut Hananto, efisiensi di pabrik mulai berpengaruh sejak Januari 2025, dengan proyeksi pemutusan hubungan kerja mencapai antara 20.000 hingga 30.000 pekerja.

Meski perekonomian negara sedikit terangkat melalui pajak yang diperoleh, kesejahteraan pekerja di sektor rokok menurun drastis. Masalah ini semakin rumit ketika produksi rokok mengalami penurunan sebesar 3 hingga 5 persen dan biaya produksi meningkat antara 15 hingga 20 persen.

Akibatnya, industri UKM di sektor hasil tembakau berjuang keras untuk bertahan di tengah persaingan dengan produk ilegal yang semakin marak. Kinerja negatif ini sangat berdampak pada sekitar 2 juta petani tembakau dan 1,5 juta petani cengkeh, yang selama tiga tahun terakhir hidup dalam ketidakpastian.

Persaingan dengan Produk Ilegal dan Tantangan Bertahan Hidup Produk ilegal merupakan salah satu tantangan serius yang dihadapi oleh industri hasil tembakau resmi. Dengan harga yang cenderung lebih rendah, produk ilegal membuat UKM kesulitan untuk bersaing, sehingga memicu penutupan dan PHK baru.

Dari data yang ada, terlihat bahwa pangsa pasar sigaret kretek tangan (SKT) mengalami kenaikan yang cukup signifikansi. Dalam periode tiga tahun, pangsa pasar SKT meningkat dari 17,6 persen menjadi 20,5 persen, namun peningkatan ini tidak cukup untuk menutupi kerugian di sektor lainnya.

Jumlah pekerja di sektor SKT juga menunjukkan lonjakan, mencapai lebih dari 72 ribu orang. Meskipun ini menunjukkan adanya potensi positif, kenyataannya banyak dari mereka yang harus menghadapi risiko kehilangan pekerjaan akibat kebijakan cukai yang terus meningkat.

Pandangan Masa Depan dan Langkah yang Diperlukan Keadaan yang ada saat ini memunculkan pertanyaan tentang keberlanjutan industri hasil tembakau di Indonesia. Para pemangku kepentingan perlu mencari solusi yang seimbang agar kedua belah pihak, baik pemerintah dan pelaku industri, dapat mencapai keuntungan tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.

Menyikapi kondisi yang semakin sulit ini, pemerintah diharapkan untuk mengevaluasi kebijakan pajaknya. Kebijakan yang ramah bagi UKM dapat membantu menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk pertumbuhan industri rokok yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.

Dengan langkah-langkah yang tepat, berpotensi untuk meredakan dampak negatif yang dirasakan oleh para pekerja dan meningkatkan daya saing industri hasil tembakau di pasaran. Keberlangsungan usaha ini penting tidak hanya bagi ekonomi, tetapi juga untuk mempertahankan pekerjaan bagi jutaan orang yang bergantung padanya.