Kisah Haru WN Belanda ke Gorontalo Mencari Asal Usul Keluarga dengan Foto Usang dan Kenangan

Di antara jejak sejarah yang terpendam dalam bangunan-bangunan tua, kisah keluarga yang hilang sering kali memanggil jiwa-jiwa penjelajah. Baru-baru ini, dua saudara dari Belanda, Yannick Jaime dan Kenneth Maxime, melakukan perjalanan emosional ke Gorontalo untuk mengungkap cerita leluhur mereka yang berkaitan dengan tempat itu.

Dengan selembar foto kuno berwarna sepia di tangan, mereka melangkah ke dalam sejarah yang selama ini hanya diceritakan dalam bentuk lisan. Keduanya bukan hanya mencari fakta, tetapi juga mencari jati diri dalam kisah yang terjaga selama satu abad lebih.

Mereka tiba di Gorontalo bukan untuk berlibur atau sekadar rekreasi. Perjalanan ini memiliki makna mendalam, sebuah pencarian akan akar keluarga yang hilang. Dikenal sebagai tempat lahir dan wafat kakek buyut mereka, Gorontalo menjadi tujuan utama dalam pencarian ini.

Dengan berbekal cerita-cerita tua dan rasa penasaran yang mendalam, keduanya mengawali penjelajahan mereka. “Kami hanya memiliki foto dan sedikit informasi. Namun, dorongan dari hati kami membawa kami ke sini,” ujar Yannick, mencerminkan harapan dan kerinduan yang menggerakkan langkah mereka.

Kisah Keluarga Caffin dan Jejak Sejarah di Gorontalo Kakek buyut mereka, J Caffin, lahir di Belanda pada 15 Maret 1865 dan meninggal di Gorontalo pada 25 September 1949. Istrinya, Beatrise Anetta Caffin, lahir di Ambon dan wafat di Gorontalo pada 16 Juni 1962. Keluarga ini menyimpan sejarah yang kuat dan menarik yang terikat dengan perkembangan daerah yang kini merupakan bagian dari Indonesia.

J Caffin pernah menjabat sebagai Kepala Pelabuhan Gorontalo pada akhir abad ke-19. Saat itu, pelabuhan ini menjadi urat nadi perdagangan yang menghubungkan berbagai daerah di pesisir utara Sulawesi. Posisinya yang strategis menciptakan sejarah yang tidak hanya terkait dengan keluarga, tetapi juga dengan perkembangan ekonomi dan sosial di Gorontalo.

Berbekal informasi tersebut, Yannick dan Kenneth melangkah ke berbagai sudut Kota Tua Gorontalo. Deretan bangunan tua dengan arsitektur kolonial seakan mengungkap cerita-cerita masa lalu yang penuh warna. Mereka merasa seolah sedang melintasi lorong waktu, menghidupkan kembali suasana yang pernah ada.

Mencari Jejak di Jalanan Kota Tua Gorontalo Perhatian mereka tertuju pada sebuah rumah yang tampaknya sangat familiar. Struktur bangunan, bentuk jendela, dan pilar depannya mengingatkan mereka pada foto kuno yang mereka pegang. Tempat itu jelas memiliki banyak cerita yang tersimpan di dinding dan tumpukan kayu.

Mereka mengetuk pintu, dan sambutan ramah dari penghuni rumah membuka kesempatan bagi mereka untuk berbagi. Dalam percakapan yang hangat, terungkap bahwa keluarga saat ini masih memiliki hubungan darah dengan Caffin, yang menambah kedalaman makna pencarian mereka.

Menemukan rumah tersebut seakan menghadirkan kembali potongan-potongan diri yang hilang. Aroma kayu tua dan angin laut Gorontalo menciptakan nuansa nostalgia yang kuat, menjalin kembali sutra-sutra waktu yang telah terputus. Sejarah yang tadinya hanya diungkap dalam cerita kini dihadirkan secara nyata.

Pencarian Makam Keluarga dan Emosi yang Tak Terucapkan Perjalanan mereka kemudian berlanjut ke Pelabuhan Gorontalo, lokasi di mana buyut mereka dahulu bekerja. Bersama pemandu wisata dan warga setempat, mereka mulai mencari jejak makam keluarga Caffin. Setiap langkah menjadi semakin mendalam, dengan harapan membawa mereka lebih dekat pada cerita yang lebih lengkap.

Setelah pencarian yang melelahkan dan sedikit membingungkan, mereka akhirnya menemukan dua nisan tua yang terletak di area sunyi. Diantara nisan-nisan tersebut, nama J Caffin dan Beatrise Anetta muncul, memberikan momen hening yang sarat akan emosi.

Saat Yannick berlutut dan membuang rumput yang menutupi batu nisan, Kenneth menatap nama buyutnya dengan harapan dan air mata. Momen ini bukan sekadar ritual, tetapi juga sebuah pengakuan terhadap akar sejarah yang selama ini terabaikan.

“Kita tidak hanya menemukan makam, tetapi juga menemukan bagian dari sejarah hidup kita yang hilang,” ungkap Yannick lirih. Pencarian ini berjalan bukan tanpa tantangan, namun seluruh perjalanan menjelma menjadi sebuah pengalaman yang sangat berarti bagi keduanya.

Menemukan makam keluarga menjadi titik puncak dari perjalanan ini, tempat dimana haru dan syukur bercampur menjadi satu. Dalam momen seperti itu, keduanya menyadari pentingnya mengenal sejarah dan mengingat leluhur, serta nilai-nilai yang diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Setelah berdoa dan mengabadikan momen tersebut dengan foto, mereka seolah berbicara dengan jiwa-jiwa yang telah bersemayam di bawah nisan. Kesimpulan dari pencarian ini bukan hanya tentang menemukan fakta-fakta, tetapi juga menghubungkan kembali jalinan keluarga yang telah ada selama puluhan tahun.