Korea Selatan Larang Penggunaan HP di Kelas Mulai Maret 2026

Pemerintah Korea Selatan baru-baru ini mengesahkan rancangan undang-undang yang secara resmi melarang penggunaan ponsel dan perangkat digital lainnya di ruang kelas sekolah. Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap meningkatnya kekhawatiran mengenai dampak negatif penggunaan media sosial yang berlebihan di kalangan pelajar, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai kesehatan mental mereka.

Larangan tersebut dijadwalkan akan mulai berlaku pada Maret 2026, menjadikan Korea Selatan sebagai negara terbaru yang memberlakukan batasan terhadap penggunaan smartphone dan media sosial di kalangan anak-anak di bawah umur. Pengalaman negara-negara lain, seperti Australia dan Belanda, juga menunjukkan bahwa pembatasan serupa dapat meningkatkan konsentrasi belajar siswa.

Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi penelitian yang berbasis di AS, Korea Selatan mencatatkan salah satu tingkat konektivitas digital tertinggi di dunia. Dengan 99% populasi terhubung ke internet dan 98% memiliki smartphone, negara ini berada di puncak daftar di antara 27 negara yang diteliti pada periode 2022-2023.

Rancangan undang-undang ini memperoleh dukungan luas di parlemen, ditandai dengan pemungutan suara yang menunjukkan adanya kesepakatan bipartisan. Salah satu anggota parlemen, Cho Jung-hun, yang merupakan sponsor utama dari RUU ini, menegaskan adanya kecanduan media sosial di kalangan anak muda sebagai isu yang memerlukan perhatian serius.

Dalam presentasinya, Cho mengungkapkan keprihatinan atas kebiasaan tidur yang terganggu pada remaja, di mana banyak dari mereka menghabiskan waktu hingga larut malam untuk berselancar di media sosial. Ia mencatat, banyak anak yang mengalami masalah mata akibat kekurangan tidur, karena masih aktif di platform media sosial saat dini hari.

Selain itu, survei yang digelar oleh Kementerian Pendidikan Korea Selatan menemukan fakta mencengangkan: sekitar 37% siswa yang bersekolah di tingkat SMP dan SMA mengaku uang media sosial sangat memengaruhi kehidupan mereka, sedangkan 22% merasakan kecemasan ketika tidak dapat mengakses akun media sosial mereka.

Sebelum undang-undang ini disahkan, beberapa sekolah di Korea Selatan sudah lebih dulu menerapkan pembatasan terhadap penggunaan ponsel dalam aktivitas belajar sehari-hari. Pengesahan undang-undang ini akan membawa kebijakan tersebut ke tingkat nasional, memberikan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi siswa.

Walaupun ada pengawasan yang lebih ketat terhadap perangkat digital, undang-undang ini tetap memperbolehkan penggunaannya untuk keperluan pendidikan atau bagi siswa dengan penyandang disabilitas, sehingga tetap memprioritaskan aksesibilitas pendidikan bagi semua anak.

Namun, langkah ini tidak lepas dari kritik. Sebagian kelompok advokasi anak menyoroti bahwa larangan ini berpotensi melanggar hak asasi anak, khususnya hak atas kebebasan berekspresi dan hak berkomunikasi. Mereka berargumen bahwa pembatasan ini bisa menciptakan lebih banyak masalah daripada solusi.

Dampak Sosial dan Psikologis dari Media Sosial di Kalangan Remaja Media sosial memiliki dampak yang beragam terhadap kehidupan remaja, baik positif maupun negatif. Sebagian besar anak muda memanfaatkan platform ini untuk membangun hubungan sosial dan mengekspresikan diri, tetapi ternyata ada juga sisi gelap yang tampak seiring meningkatnya ketergantungan terhadap media sosial.

Peningkatan kecanduan media sosial berpotensi menyebabkan masalah kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Ketika anak-anak merasa sulit untuk menjauh dari layar, kualitas tidur mereka pun terpengaruh, yang tampaknya berkontribusi pada performa akademik yang menurun.

Pada saat yang sama, penggunaan media sosial juga sering kali menyajikan perbandingan sosial yang tidak sehat. Dalam upaya untuk memproduksi citra yang ideal di platform tersebut, remaja sering kali merasa tertekan untuk memenuhi standar yang tidak realistis, bahkan untuk mencapai pengakuan dari sesama rekan.

Strategi untuk Mengurangi Ketergantungan Terhadap Media Sosial Pendidikan orang tua serta masyarakat dapat menjadi salah satu strategi penting dalam menurunkan ketergantungan terhadap media sosial di kalangan anak-anak. Kesadaran akan penggunaan media sosial yang seimbang dan sehat bisa membantu mereka untuk mengelola waktu layar dengan lebih bijak.

Selain itu, sekolah-sekolah di Korea Selatan bisa mengembangkan program yang merangkul penggunaan teknologi secara konstruktif. Melalui kelas-kelas yang menargetkan teknologi dan media, siswa bisa diajarkan untuk menggunakan perangkat digital dengan cara yang mendukung pembelajaran mereka.

Inisiatif komunitas juga sangat penting dalam mendukung remaja untuk menjalin hubungan sosial di dunia nyata. Dengan mempromosikan aktivitas di luar ruang yang melibatkan interaksi sosial nyata, anak-anak dapat menemukan bahwa ada banyak cara untuk bersosialisasi tanpa harus bergantung pada perangkat digital.

Perlunya Kebijakan yang Seimbang dalam Menghadapi Media Sosial Saat pemerintah membatasi penggunaan media sosial, penting bagi mereka untuk mempertimbangkan pendekatan yang seimbang. Larangan yang diterapkan tidak boleh mengorbankan hak anak untuk berekspresi dan berkomunikasi, dan harus ditujukan untuk mendukung keseluruhan perkembangan mereka.

Melakukan dialog terbuka dengan orang tua, pendidik, dan aktivis bisa membantu pemerintah memahami berbagai perspektif terkait kebijakan ini. Keterlibatan semua pihak akan membuat kebijakan lebih inklusif dan mengutamakan kepentingan anak-anak secara lebih holistik.

Ke depan, keterlibatan dalam penelitian lebih lanjut mengenai dampak media sosial di kalangan remaja juga akan menjadi tantangan yang harus dihadapi. Dengan data yang lebih lengkap dan akurat, bisa diperoleh kebijakan yang tidak hanya responsif tetapi juga proaktif dalam menjaga kesejahteraan anak-anak di era digital ini.